ANTARA GEROBAK SAMBAL IJO DAN PLURALISME




ANTARA GEROBAK SAMBAL IJO DAN PLURALISME

Karya: Luthfi Buaklofin
Angkatan: Hizbulloh


Ini pengalaman pribadi yang mungkin untuk kawan-kawan dari Timur cukup sensitif, bisa di pastikan

itu. Namun secara pribadi saya sudah berusaha berdamai dengan setuasi ini sejak lama.

Kronologisnya ketika itu pukul 18:30 Waktu Indonesia Barat, saya pergi membeli makan yang

kebetulan tempat itu sudah menjadi langganan saya sejak lama, bisa di kata saya sangat akrab

dengan para penjualnya. Hanya saja karyawannya ada yang di ganti, nama tempatnya gerobak "

Sambal Ijo ".

Ketika saya sampai di gerobak dan menunggu antrian cukup panjang, setelah beberapa pembeli

memesan menu mereka dan sampailah pada saat saya memesan.

Saya berkata pada Masnya “ Mas saya mau beli ini dan itu ”, dengan ramah tapi menampar seketika,

mas nya pun berkata “ beli apa mas? mas ireng”. Sebagai orang timur yang notabenenya tidak

paham bahasa orang pribumi, tapi juga sebagai orang timur yang tujuh tahun lebih sudah

melanglang buana di salah satu daerah di pulau Jawa ini ( BEKASI ), dengan begitu ragam

kemajemukan orang di tanah ini. Tentunya sedikit banyak saya mengerti bahasa Jawa itu seperti

apa, bahasa Sunda itu seperti apa dan dealektika keseharian masyarakat juga seperti apa, itu sudah

saya ketahui.

Singkatnya, saya lalu memesan dan saya tidak menanggapi sekali kata-kata mas nya yang melayani.

Pesanan saya lalu di masak dan makanan saya pun selesai di masak lalu di kemas dan di berikan

kepada saya. Kemudian saya membayar sembari dengan ramah saya berkata “ makasih mas ” dan

mas nya pun menjawab “sama-sama ” tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

Dan entah darimana datangnya pembalasan ini. Bagi saya ini mungkin pertolongan pertama pada

kecelakaan. Tiba-tiba muncul mas nya yang kebetulan juga menjadi karyawan dan mengulek Sambal

ijo di gerobak itu dengan memakai baju yang bertuliskan " PLURALISME " . Dalam hati saya pun

berkata “ wah kebetulan sekali ini saya membalas kata - kata mas-nya ”. Dengan tenang saya

mengambil pesanannya lalu saya berkata " makasih mas tadi sudah bilang saya mas ireng „. Ireng

tentunya dalam bahasa Jawa artinya hitam, sepenggal bahasa itu saya tau maksudnya, mas ternyata

bilang saya hitam tapi memakai bahasa Jawa. Orang setiap hari kita ngopi dan ngopi hideung, ngopi

ireng, kalau sama kawan-kawan lagi ngopi sambil pakai bahasa mereka, bahasa Sunda dan Jawa.

Setelah saya melihat baju kaos yang bertuliskan PLURALISME yang di pakai teman si mas nya

sembari berkata “ mas boleh di pahami sepenggal kata yang ada di baju temannya mas yang ngulek

sambal itu”. Si mas nya hanya tersenyum saja, mungkin antara dia paham lalu merasa bersalah

ataupun mungkin sebaliknya. Saya lalu meminta maaf lalu pulang ke tempat kerja.

Harapannya adalah semoga si mas nya paham makna dari kata pluralisme itu dan lebih toleran

terhadap sesama.

Kemudian besoknya saya pergi dan membeli jualannya lagi, dan dalam hati harapannya semoga mas

nya mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada saya, tapi ternyata saya salah. Saya hanya

positif thinking terhadap masnya di antara dia belum paham atau mungkin jualannya yang lagi

ramai.

Dan untuk kita sekalian apapun perkataan kita yang menyudutkan orang lain berdasarkan agama, ras

, suku maupun fisik itu adalah bagian dari tindakan rasis, kita sekalian mengetahui bahwa rasis atau

intoleran adalah perilaku yang tidak mestinya di lakukan di negara yang berslogan


"Bhinneka Tunggal Ika" ( berbeda-beda tapi tetap satu jua! ).


Bekasi, 04 Juni 2022


YAKUSA

YAKIN USAHA SAMPAI

Komentar

Postingan Populer