Matamu
“Hai, namaku Tommy. Kamu belum sempat mengenal namaku di pertemuan pertama kita
tiga tahun lalu.” Sapaku kepadanya, yang sedang terdiam kaget karena bertemu dan melihatku tidak
sengaja, untuk kedua kalinya.
******
Aku menulis ini sebagai bentuk representatif ikatan yang bagiku sudah amat terikat hanya
dengan satu kali tatap, hanya dengan satu cerita yang kamu berikan. Melihatmu untuk pertama kali
seperti melihat seorang yang sudah aku kenal sejak lama. Matamu menyiratkan kisah-kisah hidup
yang menakjubkan, senyummu adalah sinyal keikhlasan dalam menjalani hidup di dunia yang bahkan
orang lain pun berat untuk ikhlas menjalaninya.
sejak tatapan pertama itu aku sudah jatuh hati kepadamu. Hingga sampai detik ini, aku
masih selalu menunggumu ditempat yang sama; di kursi paling pojok stasiun kota. Tiga tahun aku
menunggu di jam yang sama, menunggumu hadir kembali dengan mata dan senyum indahmu itu,
karena aku yakin kamu selalu ada disini. Hanya tidak ingin bertemu denganku kembali.
Saat itu, seperti biasa aku ingin kembali pulang setelah menunggu lama dan tidak
menemukanmu juga. Hingga saat kita bertemu lagi, tidak disengaja lagi.
Hei, kenapa tatapanmu terlihat beda sekali? Kenapa kamu tidak tersenyum seperti saat kita
bertemu dulu? Tatapan matamu sekarang amat sangat berbeda; dingin, hampa, tatapan sedih
pertama yang aku lihat. Kenapa kamu hanya terdiam? Tanpa senyum bahkan kata. Andai tiga tahun
kamu memberikanku waktu lebih banyak untuk mengenalmu, mungkin aku bisa membantu. Tidak
perlu kamu akhiri semua penderitaan hidupmu seperti ini. Bahkan aku belum memperkenalkan
diriku.
Hei, hidup memang selalu keras, bukan?.
Tapi mengapa kamu menipuku dengan raut wajahmu yang ceria? Dengan senyummu yang
begitu tulus. Mata itu, bahkan aku tidak sadar bahwa matamu adalah mata telah yang menyaksikan
banyak penderitaan.
Kamu ingat? Bisikan suaramu sebagai penutup akhir cerita tiga tahun lalu bahkan
mengalahkan suara bising kereta yang sudah hampir tiba. Bisikan itu masih kuingat sampai sekarang.
Lembut, hangat dan menyejukkan. Aku masih ingat dengan kejadian itu, saat matamu kembali
menatapku, kamu tersenyum, berbisik menyebut namamu.
“Titip dunia ini, jaga dirimu, namaku Rasya”
Senyummu hilang, kereta perlahan melaju kencang, membawa tubuhmu terbang.
Aku terdiam. Orang-orang ramai berteriak kencang.
TAMAT.
YAKUSA
Komentar
Posting Komentar